Monday, March 20, 2017

Senyuman Terakhir Papa. (Ayah Dalam Memoriku, 2014)

Event menulis cerita tentang Ayah. Di buku ini aku menceritakan tentang sosok Papa yang masih dan akan selamanya kukenang dalam memoriku. :')




Senyuman Terakhir Papa
“Papa.”
Sebuah panggilan atau sebutan yang telah lama hilang dari hidupku. Bukan karena aku benci ataupun trauma dengan sebutan itu. Karena menurutku, aneh rasanya jika memanggil seseorang yang lain dengan sebutan itu.
Sosok yang berwibawa, pendiam, tegas, namun penuh kasih sayang. Dialah Papaku. Papa yang kukenal adalah Papa yang terbaik di dunia. Meskipun terkadang sibuk dengan pekerjaannya, dia tak pernah lelah mengajarkanku banyak hal tentang dunia dan sekitarku, mengajakku ke tempat-tempat yang menyenangkan, melindungiku dari bahaya, selalu berusaha membuatku tertawa dan merasa senang, serta membuatku terus merasa aman dan nyaman berada didekatnya.
Dia tak pernah bosan untuk membuatku merasa bahagia. Dia juga selalu mengajariku cara disiplin yang baik. Jika aku berbuat salah, dia selalu menegurku dengan cara yang baik agar aku tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Yang selalu mengantarku ke sekolah, mengajariku naik sepeda, dan memelukku disaat aku merasa sedih dan menangis.
Salah satu kejadian yang paling aku ingat, saat di mana kaki Papa harus berdarah hanya karena tergores kursi plastik saat ia berusaha untuk membangunkan aku yang masih ingin tertidur. Meski terluka dan tampak kesakitan, Papa berusaha tetap tersenyum agar aku tidak merasa bersalah padanya. Juga disaat aku dimarahi olehnya, lalu kemudian menangis dipelukannya.
Ada satu hal dalam diri Papa yang paling bisa membuatku tenang, yaitu senyumannya. Entah mengapa, senyumannya yang hangat itu selalu bisa membuatku merasa nyaman. Dan senyuman itu pun masih terbayang dan menempel dipikiranku hingga tak terasa 14 tahun berlalu aku hidup tanpanya ...
Sekitar 14 tahun yang lalu, pertengahan tahun 2001 saat usiaku baru menginjak 6 tahun. Papa dipanggil oleh Yang Maha Kuasa karena sebuah penyakit yang aku bahkan masih belum mengerti. Ia dirawat di Rumah Sakit hanya dua hari sebelum kepergiannya.
Aku bahkan masih ingat jelas pagi itu, sebelum aku berangkat ke rumah Nenek bersama seorang Tanteku. Dari arah dapur kulihat Papa tersenyum ceria kepadaku.
Namun tak pernah terbayangkan olehku bahwa saat itu merupakan saat terakhir kali melihat senyuman Papa yang begitu menggelitik hatiku, seolah mengatakan kalau ia baik-baik saja dan sangat sehat, seolah tak ada sedikitpun penyakit yang ia sembunyikan dibalik senyumannya itu.
Di siang harinya, aku yang saat itu berada di rumah Nenek mendapat kabar bahwa kondisi Papa sangat lemah dan dibawa Mama ke Rumah Sakit. Aku masih belum tahu dan mengerti separah apa kondisi Papa saat itu. Dan karena masih anak-anak, dalam dua hari itu aku hanya sempat dua kali diperbolehkan Dokter untuk bertemu dengannya, memeluknya, mencium pipinya, lalu berdoa didekatnya. Meskipun hanya sebentar tapi aku cukup senang bisa melihat Papa secara langsung.
Dua hari kemudian, akhirnya Papaku menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit itu. Hampir semua keluargaku merasa shock dan sedih dengan kepergiannya yang begitu tiba-tiba. Terlebih Mamaku, yang empat bulan sebelumnya telah kehilangan adik laki-lakiku tak lama setelah ia melahirkannya.
Apa yang aku rasakan saat itu? Entahlah, yang jelas aku tidak menangis saat melihat jenazah Papa yang sudah kaku. Bukan berarti hubunganku tidak dekat dengan Papa semasa hidupnya, karena bisa dibilang sejak kecil aku lebih dekat dengan Papa dan jadi kesayangan Papa. Aku pun hanya merasa heran, kenapa semua orang di rumah itu sedih dan menangis? Kenapa Papa tidak bergerak? Dan kenapa semua orang menatapku dengan wajah sedih?
Aku masih ingat pada saat aku tidak sengaja berceloteh untuk menghibur Mama yang masih terlihat sedih setelah kepergian Papa. Aku mengatakan bahwa sekarang Papa telah bahagia bersama adik di Surga-Nya. Papa menjaga adik di sana, dan Mama menjagaku di sini, di dunia ini. Setelah itu aku melihat Mama tampak terharu mendengarnya, dan ia berjanji agar tetap kuat dan tegar untukku.
Tak pernah kusangka, bahwa senyuman ceria yang aku lihat dua hari sebelumnya itu merupakan senyuman terakhir Papa, yang tak pernah sedetikpun aku lupakan bahkan hingga usiaku beranjak remaja dan dewasa.
Aku rindu saat-saat bahagia itu. Saat belajar naik sepeda bersama Papa keliling kompleks perumahan, saat Papa mengantarku ke sekolah, saat memotong rumput di belakang rumah bareng Papa, saat bercanda dan tertawa riang bersamanya. Mungkin tidak banyak, karena saat itu usiaku masih kecil. Namun aku tetap bersyukur bisa diberi kesempatan untuk mengenal sosoknya, merasakan hangatnya kasih sayangnya, memahami segala kebaikannya, serta menikmati semua yang pernah diajarkannya padaku.
Mengapa sebelumnya aku bilang Papaku adalah Papa terbaik di dunia? Itu karena aku hanya mengenalnya hingga usiaku 6 tahun, usia anak-anak yang mungkin belum terlalu paham arti dari kasih sayang itu sendiri.
Namun meski hanya 6 tahun, aku tetap merasa bersyukur karena setidaknya bisa merasakan cinta dan kasih sayang yang begitu berarti dari sosok seorang Ayah yang sangat baik dan hangat seperti Papaku. Hingga saat ini pun aku masih ingat bagaimana wajah dan senyumannya bahkan tanpa melihat fotonya. Semua kenangan baik ataupun buruk yang pernah terjadi semakin terasa indah saat aku mengingat senyumannya yang ramah dan hangat itu.
Untuk itu, hargailah sosok seorang Papa atau Ayah. Bersyukurlah jika masih bisa menikmati lebih banyak waktu bersamanya. Meskipun tumbuh tanpa sosoknya, bukan berarti aku tak paham dan mengerti arti sosok seorang Ayah yang sesungguhnya. Bahkan sejak kecil, setiap kali aku merasa telah menemukan sosok pengganti Papa dalam diri orang lain, tetap saja kasih sayangnya terasa berbeda.
Dari keadaan yang aku lihat selama ini, baik itu dari drama atau film yang pernah aku tonton yang bertemakan sosok seorang Ayah. Mungkin seorang anak cukup sering merasa kesal dan sedih jika melihat seorang Ayah yang tegas, terlebih lagi pada saat marah dan seolah membentak tanpa perasaan. Namun dibalik semua ketegasannya itu aku yakin ada rasa cinta dan kasih sayang yang begitu hangat dan tak bisa dikalahkan oleh pria manapun di dunia ini.
I Love You Papa .... And I Miss You ... :)
***

0 comments:

Post a Comment

 

Suara Hatiku Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates