Friday, February 14, 2020

Aku, Papa, dan Toko Kaset.

Enam tahun. Ya, diwaktu yang sesingkat itu rasanya belum cukup untuk membuatku memahami arti dan wujud dari kasih sayang seorang Ayah, atau yang biasa kupanggil dengan sebutan “Papa”.

Bahas tentang kenanganku bersama Papa, mungkin yang masih teringat dalam benakku hanya beberapa kejadian, atau bisa jadi hanya sekilas saja. Meski begitu, sebagian dari kenangan yang teringat itu justru bisa terasa baru terjadi beberapa hari yang lalu.

Salah satu kenangan yang paling membekas hingga sekarang usiaku seperempat abad, adalah saat-saat Papa membuka usaha Toko Kaset di rumah kami.

Saat itu, sekitar tahun 2000 setelah setahun sebelumnya kami pindah dari kota Dili, Timor Timur ke Makassar, dan lalu kami pindah dari rumah pertama, Papa memutuskan untuk membuka toko penyewaan kaset dan VCD di rumah yang baru kami tempati.

Saat itu masih rame yang namanya kaset yang berisi gulungan pita, berbentuk persegi panjang dengan 2 lubang untuk memutar pita di playernya.

Mengapa VCD, bukan DVD?
Ya, karena memang saat itu DVD masih jarang sekali, dan lebih banyak yang khusus untuk game Playstation. Kalaupun ada untuk film juga harga sewanya bisa lebih mahal ketimbang VCD.

***



Toko Kaset itu bernama “Citra Disk”.

Hampir setiap hari, aku membantu Papa merapikan dan menyusun gambar-gambar cover VCD yang dipajang di dinding ruang tamu. Eh, bukan ruang tamu juga sih, karena di tempat itu tidak ada satupun sofa ataupun meja. Hanya ruangan kosong yang di dindingnya penuh dengan jejeran cover-cover VCD film berbagai genre dari berbagai bahasa dan negara.

Terkadang, aku menyusun cover VCD dari film yang menjadi favoritku. Misalnya serial Mr. Bean, yang cukup sering ku urutkan angkanya mulai dari seri 1 hingga akhir. Film-film kartun yang ku urutkan mulai dari yang terfavorit, hingga deretan cover VCD film lainnya yang biasa kuubah letak posisinya tanpa sepengetahuan Papa.

Entah saat itu aku pernah dimarahi Papa atau tidak karena kebiasaan mengatur posisi gambar-gambar cover VCD itu, yang jelas aku merasa lumayan sering melakukannya bahkan disaat ada pelanggan yang datang menyewa VCD.

Oh iya, usiaku saat itu masih 5 tahun, dan duduk di bangku TK nol besar, yang jaman sekarang lebih sering disebut TK B. Memang sudah 20 tahun berlalu, dan aku bersyukur masih bisa mengingat kenangan saat bersama Papa, meski usiaku saat itu mungkin bisa dibilang masih sangat kecil.

Aku pun teringat suatu malam, ketika Papa memarahi aku yang saat itu entah kenapa tiba-tiba berbaring ditengah-tengah ruang tamu, padahal masih ada beberapa orang penyewa kaset yang sedang melihat-lihat cover VCD.

Cukup keras teguran Papa saat itu hingga membuatku langsung menangis dipelukannya. Memang iya sih aku yang salah, ngapain coba berbaring di lantai yang jelas-jelas kotor itu? Kayak nggak ada tempat yang lain aja deh, ckck..

***

Karena profesinya sebagai penyewa, otomatis membuat Papa cukup sering “berburu” kaset atau VCD film-film terbaru atau yang lagi hits-hitsnya dijaman itu. Aku pun sempat merasakan punya VCD original dari penyanyi anak-anak favoritku, serta vcd film Petualangan Sherina dan Joshua Oh Joshua, dua film anak-anak yang memang lagi booming banget saat itu.

*Gambar hanya pemanis, yg aslinya udah hilang entah kemana :(


Selain itu, aku pun sampai hafal beberapa lagu lawas tahun 80-90an, gara-gara kasetnya hampir setiap hari diputar di rumah untuk menarik perhatian atau menghibur pelanggan yang datang.

Aku sih kurang tahu pasti bagaimana prosesnya. Yang kutahu karena ini sistemnya sewa, artinya penyewa/pelanggan hanya diberi waktu beberapa hari untuk satu atau beberapa judul film yang disewa, dan disesuaikan dengan harganya juga.

***

Kurang lebih setahun Papa mengelola Toko Kaset, lalu kemudian harus kembali ke Sang Pencipta karena sebuah penyakit yang terlambat diketahui keluarga. Hanya dua hari beliau dirawat di Rumah Sakit. Waktu yang sangat amat singkat untukku melepaskan sosoknya, yang bahkan belum terlalu kupahami arti kasih sayangnya.

Bagaimana usaha Toko Kaset setelah ditinggal Papa? Karena aku dan Mama pindah ke rumah Kakek, jadi toko itupun terpaksa ditutup. Dari semua kaset yang masih disewakan mungkin ada beberapa yang tidak dikembalikan lagi oleh si penyewa. Mama pun sudah mengikhlaskan jika memang harus seperti itu. Sementara kumpulan kaset dan VCD lainnya disimpan dalam kardus, dan ditaruh di atas loteng rumah Kakek.

Kurang lebih seperti itulah akhir dari usaha Toko Kaset yang dikelola Papa, yang tiba-tiba berhenti seolah begitu mendadak sama halnya seperti kepergian Papa. Aku yang saat itu baru menginjak 6 tahun pun hanya bisa mengikuti apa yang menjadi keputusan Mama, yakni pindah dan tinggal di rumah Kakek.




Lepas dari semua itu, aku tak akan bisa melupakan sebagian kenangan bersama Papa di rumah, yang sekaligus menjadi Toko Kaset itu. Selain karena melalui waktu-waktu terakhir bersama Papa di rumah itu, juga karena aku bisa mengetahui banyak hal sejak saat itu walau hanya dengan melalui vcd film yang kutonton, maupun dari kaset-kaset lagu yang kudengar.

Memang hanya sedikit yang masih teringat, namun dengan kenangan yang sedikit itu justru membuatku bersyukur, karena setidaknya aku masih bisa mengenal dan merasakan kasih sayang Papa. :)

Thursday, February 6, 2020

AS atau FOP?

Bahas tentang penyakit ini seakan tak ada habisnya. Lepas dari istilah takdir atau garis hidup yang sudah ditentukan Allah untukku dan aku harus tetap ikhlas menjalaninya, dari sekian banyak jenis penyakit, hanya dua istilah medis inilah yang selalu bikin aku penasaran apa penyebabnya. Ya, karena segala sesuatu yang terjadi pasti ada sebabnya.

Namun diantara dua jenis penyakit ini, yang paling langka sebenarnya adalah FOP. Karena menjangkit satu banding dua juta orang di seluruh dunia, dan masih terus dilakukan penelitian mengenai penyebab ataupun solusinya (obatnya).

Kalau AS sendiri mungkin lebih cenderung ke autoimun. Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, penyakit jenis autoimun lebih kepada antibodi si penderita yang tidak bisa membedakan sel-sel yang sakit maupun sehat, bukan fokus ke sendi atau otot yang tiba-tiba mengeras.

Sementara FOP, gejala dan ciri-cirinya memang sudah terlihat sejak awal kehidupan, yakni bagian ibu jari kaki yang kondisinya berbeda sejak lahir.

Aku pun teringat saat masih kecil, kira-kira usia balita. Aku sempat merasa cukup sulit untuk berbaring telentang. Boleh dikatakan jika kepalaku ditekan, kakiku akan naik, begitupun sebaliknya. Jadi terlihat seperti gerakan perahu kertas atau kayu ketika berada di air.

Selain itu, aku juga sering mengalami kesulitan saat harus mengikat rambut sendiri, karena bagian siku kurang bisa ditekuk sampai rapat ke belakang. Bahkan hal sepele pun akan jadi masalah besar, misalnya jika saat di sekolah ikat rambutku terlepas, karena aku tak akan bisa mengikatnya kembali. Dan seingatku dulu aku pernah mengalaminya sekali, saat masih SD.

Selain siku, bagian tubuhku yang kaku sejak kecil adalah lutut kanan. Hanya bisa ditekuk setengah, membuatku sering kesulitan saat jongkok, duduk di lantai saat mengaji di masjid, terlebih saat sholat karena termasuk dalam gerakan duduk diantara dua sujud, serta duduk tasyahud awal dan akhir. Karena itu juga, aku cukup sering berusaha kabur saat tugas praktek sholat di masjid. Alasannya pun sepele dan sudah pernah kualami, yakni karena takut jadi bahan candaan teman-teman yang tertawa saat melihatku tak bisa duduk dengan sempurna.

Namun lepas dari semua kesulitan itu, aku belajar untuk lebih menghargai perbedaan yang ada. Aku bahagia saat menyadari bahwa teman-teman yang sudah paham tentang kondisiku, memilih tidak menjauh dan tetap ingin bermain denganku. Meski memang dijaman SD itu ada beberapa teman laki-laki yang menyebalkan dan terkadang mengejekku dengan kata-kata yang buruk.

Bahkan aku masih ingat dulu pernah nyaris berkelahi dengan anak itu dengan membalas julukan yang ia berikan dengan pukulan. Namun tetap saja, bagiku masih lebih penting meladeni mereka yang mau menerimaku apa adanya.

AS adalah istilah yang kukenal sejak umurku 19 tahun (2014). Sedangkan FOP baru kuketahui setelah umurku 24 tahun (2019). Dan diantara kedua jenis penyakit tersebut bisa jadi telah membersamaiku bahkan sejak lahir ke dunia (1995).

Semuanya masih menjadi rahasia yang hanya Allah SWT yang tahu. Sedangkan aku, mungkin baru akan mengetahuinya setelah menjalani serangkaian tes yang bisa jadi akan menyita waktu cukup lama.

Hanya bisa berharap, suatu saat ada keajaiban yang bisa menunjukkan padaku, kondisi sebenarnya yang telah kualami selama 25 tahun terakhir ini. :)

***



Oke, gak usah baper. Percaya saja, semua yang punya kelebihan pasti punya kekurangan, begitupun sebaliknya. Allah menciptakan manusia bukan untuk sekedar meratap bagi yang serba kekurangan, dan sombong bagi yang serba kelebihan. Karena keduanya sudah jelas memiliki porsinya masing-masing, tinggal bagaimana cara manusia itu memilih untuk tetap meratap atau sombong.

Buktinya? Masih banyak dari mereka yang menyadari bahwa tak selamanya kekurangan itu menyedihkan, dan tak selamanya kelebihan itu menyenangkan.

BERSYUKUR itu lebih baik, agar seberat apapun beban hidup yang dijalani, akan terasa jauh lebih indah dan menyenangkan. ^^

***

*Baca selengkapnya tentang AS (Ankylosing Spondylitis) DI SINI

*Baca selengkapnya tentang FOP (Fibrodysplasia Ossificans Progressiva) DI SINI
 

Suara Hatiku Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates