Saturday, March 18, 2017

Sahabat Rana (Sepanjang Rel Kereta, 2012)

Event menulis yang aku ikuti selanjutnya, bertemakan FF alias Flash Fiction alias cerita mini atau Cermin. Aku memilih persahabatan sebagai temanya. (:


Sahabat Rana
“Geby, Friska, dan Naya kenapa sih? Kok daritadi mukanya cemberut terus? Apa mungkin, mereka ada masalah?” Rana bingung melihat ketiga teman baiknya itu tidak ramah seperti biasanya. Dan dengan perasaan setengah sedih, ia pun mencoba bertanya kepada Tifah dan Ramon yang duduk tepat di bangku depannya.
“Tifah, Ramon, kalian kan datang di sekolah lebih dulu dari aku. Pasti kalian tahu kenapa Naya cemberut. Friska dan Geby juga tidak seperti biasanya. Apa mereka bertiga lagi bertengkar?” tanya Rana penasaran. Tifah dan Ramon pun menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
“Iya, Ran. Naya memang lagi marahan sama Friska dan Geby.” ujar Tifah. Rana pun mengerutkan keningnya. “Lho? Kenapa, Fah?”
“Karena komik terbarunya dirampas dan dibuat sobek oleh Friska dan Geby.” timpal Ramon.
“Tadi pagi, Aku, Tifah, Geby dan Friska sudah datang lebh dulu dari Naya. Ketika Naya baru datang, ia langsung memperlihatkan komik terbarunya yang baru ia beli kemarin dan katanya, komik itu ia beli dari hasil uang tabungannya sendiri selama 2 minggu. Nah, melihat komik itu, Geby dan Friska langsung merebut komik Naya dari tangannya dan ingin meminjam komik tersebut.” jelas Tifah.
“Tapi, Naya belum mau meminjamkannya, karena ia sendiri pun belum selesai membaca komiknya itu.” sambung Ramon.
“Terus, kenapa mereka bisa sampai marahan?” tanya Rana.
“Tapi, Geby dan Friska menghiraukan kata-kata Naya. Mereka hanya sibuk tarik-menarik memperebutkan komik milik Naya sampai akhirnya sampul bagian depan komik itupun sobek. Melihat komiknya sobek, Naya pun menangis dan marah kepada Friska dan Geby.”
“Nah, melihat Naya menangis, Geby dan Friska menyesal dan meminta maaf kepada Naya, tetapi Naya tidak mau memaafkan mereka.” lanjut Tifah.
“Jadi begitulah kejadiannya tadi sebelum kamu datang, dan sampai sekarang pun, Naya masih terlihat sedih dan cemberut.” tutup Ramon menyelesaikan, sambil menengok ke arah Naya yang duduk di belakangnya. Perasaan Rana pun mulai terasa lega setelah mendengar penjelasan itu.
Setelah tahu permasalahannya, Rana mencoba sesekali menghibur Naya yang sedang bersedih, ia juga mencoba membujuk Naya agar mau memaafkan Friska dan Geby.
Dan setelah beberapa lama dihibur dan dibujuk oleh Rana, Naya pun mulai terbuka dan mulai bisa memaafkan perbuatan Friska dan Geby tadi pagi. Begitu juga dengan Friska dan Geby, setelah dibujuk oleh Rana mereka pun mulai tersadar kembali atas perbuatannya yang lancang pagi tadi dan mereka pun ingin meminta maaf sekali lagi kepada Naya dan berharap kali ini Naya mau memaafkan mereka.
Wali kelas mereka pun datang dan bersiap-siap untuk mengajar. Friska dan Geby bertekad disaat nanti waktu istirahat tiba, mereka akan langsung meminta maaf kepada Naya.
Setelah kurang lebih 2 jam belajar didalam kelas, bel tanda istirahat pun akhirnya tiba. Semua anak-anak kelas lima keluar dari kelas kecuali Rana, Naya, Friska dan Geby. Dengan perasaan sedikit takut, Friska dan Geby mencoba mendekati Naya yang masih terlihat cemberut dan sedih.
“Naya, maafkan kami ya! Karena tadi pagi kami merusak komikmu.” ucap Friska dengan terbata-bata. “Iya Nay. Maafkan kami. Kami berjanji, nanti kami akan menggantikan komikmu yang rusak itu.” sambung Geby. Naya pun terdiam sejenak, sembari berpikir. Lalu kemudian menoleh ke arah Friska dan Geby.
“Okey, aku maafkan kalian. Tapi, lain kali kalian jangan merebut dan merampas barang-barang milik orang lain sebelum diijinkan pemiliknya ya. Itu namanya kalian lancang. Dan satu hal lagi, kalian tidak perlu kok, mengganti komikku. Kan yang sobek cuma sampul depannya aja.” kata Naya.
“Terima kasih Naya, karena kamu sudah memaafkan aku dan Friska. Sebagai permintaan maaf dari kami, ijinkan kami untuk memperbaiki komikmu yang rusak itu, ya!” ucap Geby dengan perasaan lega.
“Iya, tapi kalian juga harus berterima kasih kepada Rana. Kalau bukan karena bujukan darinya, belum tentu sekarang aku mau memaafkan kalian.” kata Naya sambil melihat Rana yang sibuk menghapus tulisan dipapan tulis. Friska pun segera melangkah menghampiri Rana.
Thanks ya, Ran. Kalau bukan bujukan dari kamu, mungkin sampai sekarang aku dan Geby masih bertengkar dengan Naya.”
“Oh, iya. Sama-sama Friska. Lagian, itu kan sudah tugasku sebagai sahabat kalian.” ucap Rana dengan hati lega. “Nah! Gitu dong, senyum. Jangan pada cemberut terus kayak tadi. Kita kan sahabat. Jangan saling bermusuhan dong! Iya nggak?” sahut Rana, sambil merangkul Friska.
Geby mengangguk setuju. “Bener tuh, Ran! Mulai sekarang, kita nggak boleh musuhan lagi. Kalau ada kesalah-pahaman lagi seperti kejadian tadi, kita harus selesaikan pada saat itu juga. Bagaimana? Kalian setuju?”
“Pasti dong, Geby! Nggak baik juga kan, kalau persahabatan kita tiba-tiba putus cuma gara-gara hal yang sepele?” tanggap Rana. Naya pun menundukkan kepala.
“Ups! Maaf Naya, aku nggak bermaksud …”
“Iya, Ran. Nggak apa-apa, kok! Kamu benar. Pokoknya aku janji deh. Mulai sekarang, kita harus saling menyayangi dan melengkapi. Okey?!” sahut Naya tersenyum. Rana, Friska dan Geby pun mengangguk tersenyum. “Eh, daripada di kelas terus, kita keluar yuk, sebelum bel masuk berbunyi!” ajak Rana kemudian berlari kecil menuju ke depan pintu kelas.
“Oh, iya ya! Kita ke kantin yuk! Nanti semuanya aku yang traktir deh!” sahut Naya, lalu kemudian menarik tangan Friska dan Geby yang sedang duduk, lalu menyusul Rana ke depan pintu kelas. Dan mereka pun melangkah bersama-sama menuju kantin sekolah sambil bergandengan tangan.
“Kejadian hari ini membuatku menyadari sebuah arti dari persahabatan. Walaupun hanya sesaat, amarah yang kurasakan hari ini telah membuatku sadar akan pentingnya arti persahabatan yang kumiliki saat ini. Terima kasih, Tuhan! ” batin Naya, sambil tersenyum berjalan bersama Rana, Friska dan Geby menyusuri koridor sekolah, sambil merangkul Rana dengan perasaan lega, sekaligus riang.
“Nah! Gitu dong. Sahabat itu, harus saling memaafkan. Lebih baik jika kita tersenyum menyembunyikan masalah pribadi kita, daripada harus cemberut, dan membuat mereka bingung dengan sesuatu yang sama sekali mereka tidak tahu. Apalagi, kalau harus melampiaskan amarah kita kepada mereka, sahabat kita sendiri. Hal itu malah akan membuat kita kehilangan mereka…” (Aulia’s quote)
*** 

0 comments:

Post a Comment

 

Suara Hatiku Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates