Friday, October 15, 2021

We Miss You, Lovely

Tanpa disadari, kehilangan itu baru benar-benar terasa menyesakkan, setelah 20 tahun berlalu. 😢

Selama itu, meski ada kalanya kami diliputi oleh rasa kesepian dan kesedihan yang mendalam, namun tetap rasanya masih ada yang selalu siap melindungi.

Masih ada yang bersedia membantu, menjaga, mendukung, atau hanya sekedar menemani, hadir memberikan petuah-petuah yang seringkali dapat menenangkan dan menyejukkan hati.

Intinya, kami tak pernah merasa sendiri karena ada mereka yang selalu bersedia menerima bagaimanapun kondisi kami, sejak saat itu.

Yang membuat kami mampu bertahan dalam situasi tersulit sekalipun, dan selalu ikut bahagia serta mendukung apapun yang ingin dilakukan.

Namun kini, kedua sosok itu telah tiada. Rasanya benar-benar kosong, hampa, seakan tak tahu lagi apa yang bisa diperbuat untuk tetap bertahan dalam situasi ini.

Seolah tak ada lagi tempat terdekat untuk sekedar berbagi cerita, berbagi kebahagiaan, dan saling bercengkrama dengan penuh kehangatan. 💔

Meski mereka tak lagi di sisi, namun setidaknya kami bersyukur telah diberi kesempatan untuk melalui lebih banyak waktu bersama mereka.

Kami pun sangat bersyukur atas banyaknya perhatian dan selalu menghargai setiap kepedulian yang diberikan selepas kepergian mereka. 😊🙏

Tetap berjuang melanjutkan hidup dengan saling memiliki satu sama lain, dan terus berusaha untuk ikhlas mendoakan mereka yang kini telah pergi, bersatu dalam keabadian dengan penuh rasa bahagia, disisiNya.

We Miss You, Papa Aji dan Mama Aji tercinta❤️ Al-Fatihah...🤲



Wednesday, May 26, 2021

Tahun ke 20

Hari ini, tanggal 26 Mei 2001, atau lebih tepatnya 20 tahun yang lalu. 🌩️🌩️



Sebuah awal dari perjuangan hidup yang sebelumnya bahkan tak pernah terlintas dibenak kami saat itu.

Terlebih aku, yang kala itu hanya seorang bocah 6 tahun yang masih belum mengerti apa-apa tentang hidup dan mati seseorang. Dan juga Mama, yang mau tak mau harus menghadapi kenyataan menjadi seorang single parent diusianya tergolong masih muda.

Dua hari adalah waktu yang cukup singkat, bahkan sangat singkat bagi kami untuk menerima takdir ini dan harus rela melepas kepergian Papa untuk selama-lamanya.

Dunia serasa runtuh seketika, saat kami harus kehilangan satu-satunya orang yang telah menjadi pelindung dan pemberi semangat, kebahagiaan, serta keceriaan dalam hidup ini dalam waktu yang sesingkat itu. 😢

Masih teringat jelas saat aku terakhir bertemu Papa dalam kondisi sehat dan segar bugar, dengan senyuman cerianya yang tak pernah bisa kulupakan bahkan hingga detik ini.

Begitupun saat terakhir diberi kesempatan untuk mencium Papa ketika ia masih bernafas di Rumah Sakit, lalu kemudian di rumah duka setelah ia pergi. Entah mengapa, rasa geli dari kumisnya yang khas seolah membuatku lebih mudah untuk mengenang kembali saat-saat yang penuh kesedihan itu.

Jika boleh berandai-andai walau sejenak, andai saja Papa masih di sini, semuanya tentu akan terasa jauh lebih mudah.

Takkan ada perbedaan yang butuh ketegaran sekuat baja untuk bisa menghadapinya.

Takkan ada kesulitan yang berarti ketika harus melalui rintangan hidup yang berat.

Takkan ada pandangan sebelah mata maupun cibiran yang membuat mata dan telinga harus kebal.

Takkan harus ada halangan untuk sekedar menghindari kondisi yang lebih menyakitkan.

Dan masih banyak lagi yang rasanya cukup untuk dipendam di dalam hati saja. 🙂

Aku tahu, memang tak sepantasnya untuk memikirkan semua hal tentang itu. Berbagai ujian kehidupan yang berhasil dilalui telah mengajarkanku untuk tetap bersyukur atas segala hikmah, nikmat dan karunia yang selalu diberikan Allah SWT bahkan hingga detik ini.

Begitupun Mama, yang juga selalu berusaha untuk tegar dan berpikir positif atas apapun yang terjadi dalam hidupnya. Rela berjuang sekuat tenaga demi kehidupan kami agar bisa lebih baik lagi meski tak ada lagi Papa disisinya, terlebih dengan kondisiku saat itu yang cukup terbatas.

Aku merasa sangat bersyukur memiliki ibu yang kuat dan tegar seperti Mama, yang selalu ada memberiku kekuatan meski harus menghadapi kenyataan untuk terus melanjutkan hidup dan tumbuh walau tanpa kasih sayang seorang Papa. 💖

Selain itu, aku pun berterima kasih karena kami masih dikelilingi banyak orang-orang baik yang selalu hadir memberi kekuatan dan semangat agar tetap kuat untuk terus melanjutkan hidup. 

Karena seperti yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an, bahwa apapun kesulitan yang dihadapi setelahnya akan selalu dibarengi dengan kemudahan. (QS:Al-Insyirah 5-6)

Dua puluh tahun adalah waktu yang sekiranya lebih dari cukup bagi kami untuk bangkit dari semua kesedihan yang telah dirasakan. 

Namun tetap saja, jika mengingat kembali momen itu rasanya seakan baru terjadi kemarin. Diusianya yang tergolong masih sangat muda, ia harus meninggalkan kami untuk selamanya karena suatu penyakit yang terlambat diketahui keluarga. 💔

Benar-benar tak terlupakan bahkan olehku, yang masih terlalu kecil untuk memahami situasi yang terjadi saat itu. Berhubung karena 4 bulan sebelumnya juga aku telah kehilangan seorang adik laki-laki yang ternyata tidak selamat dalam kelahirannya. 😢

Allahummagfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu, lahul Fatihah...🤲

Al-Fatihah untuk Papa, dan juga adik. We miss you so much! 😊🌹



(Sadaruddin Saad, 1964-2001)

*Foto makam Papa ini dikirimkan adek yang tinggal di kampung. Terakhir aku ziarah sekitar 8/9 tahun yang lalu, itupun meski sudah digendong Om masuk area makam itu, tetap saja tidak bisa sampai ke makam Papa ini, karena kondisi area pemakaman saat itu yang sudah penuh dan sangat sulit untuk dilalui.

Alhamdulillah.. Meski hanya lewat foto, rasanya sudah cukup senang karena setidaknya masih bisa melihat makamnya saat ini, dan mendoakannya dari jauh. 😊💖

Sunday, January 31, 2021

Rahang kaku? Alhamdulillah, yang penting masih bisa makan :D

Judul yang aneh ya? Percaya atau enggak, memang seperti itulah yang terjadi padaku.

Mengapa bisa terjadi begitu? Aku pun tak tahu. Meski awalnya terasa aneh, namun seiring waktu keanehan itu berubah jadi biasa. Karena memang diharuskan terbiasa dengan kondisi seperti itu, agar bisa ikhlas juga menjalaninya. 

Yang terjadi sesungguhnya, dan baru aku tahu belakangan ini setelah lebih 13 tahun berlalu. Penyebabnya adalah FOP, suatu penyakit kelainan genetik yang salah satu akibatnya adalah persendian kaku bagai tulang di seluruh persendian, termasuk rahang. 

Rahang yang kaku itu tidak langsung tiba-tiba mengatup dan terkunci begitu saja. Ada beberapa tenggat waktu dan kondisi yang membuatnya berakhir dengan ‘sama sekali tidak bisa dibuka’.

Saat itu usiaku baru menginjak 12 tahun. Pada awalnya aku hanya merasakan sakit pada gigi gerahamku, hingga pipi bengkak sebelah, dan membuatku menangis hampir tiap malam saking tersiksanya. Yah, sekalipun aku tahu tangisan itu tidak berarti apa-apa, bahkan hanya bisa menambah rasa sakitnya saja. Bagaimana lagi? Yang bisa kulakukan saat itu memang hanya menangis, meski aku pun tahu itu bukan pilihan yang tepat. 

Beberapa waktu kemudian setelah rasa sakit itu mulai memudar, sempat terasa ada yang aneh saat aku kesulitan untuk membuka mulut dan menganga sambil mendongak ke atas. Rasanya seperti ketarik, dan rahangku hanya bisa tertutup saat kukembalikan posisi kepalaku menghadap ke depan. 

Beberapa hari kemudian, secara bertahap ketidakmampuan untuk membuka rahang itupun muncul, meski aku nyaris tak pernah merasa kejanggalan itu merupakan hal yang serius.

Seperti saat mulai sulit memasukkan sikat gigi kecil ke dalam mulut, sampai hanya bisa makan pakai sendok kecil yang ujungnya tidak tajam a.k.a sendok bayi. :D

Soal gigiku, mungkin sudah bisa ditebak. Meski cukup rajin menyikat gigi, namun yang bisa mencakup untuk disikat hanya bagian depan dan sampingnya saja, sementara bagian dalam tidak mampu disikat akibat rahang yang sudah tertutup. 

Merasa aneh? Awalnya mungkin iya. Marah, sedih, kesal karena tidak bisa menikmati semua makanan yang sebelumnya aku suka dan jadi favoritku. Yang ukurannya besar, keras, dan butuh mulut terbuka lebar untuk mengunyahnya, semuanya tak bisa lagi kunikmati secara normal. Harus dipotong kecil-kecil, atau tipis-tipis agar bisa masuk ke dalam mulut melalui sela-sela gigiku. 

Seringkali, daripada memaksa untuk tetap makan sampai kesulitan, lebih baik aku menghindarinya dan memilih makanan lain yang setidaknya masih bisa kumakan dan kunikmati.

Rahang tertutup dan terkunci bukanlah akhir dari segalanya. Selama masih bisa menikmati makanan dan minuman yang ada, sekalipun butuh waktu yang jauh lebih lama dari yang lain, aku tetap berusaha agar tidak menyisakan makanan yang diberikan. Kecuali jika memang porsinya besar/dobel. :D

Berbagai kondisi telah kulalui dengan berusaha untuk tetap sabar dan ikhlas. Salah satunya adalah kekakuan pada rahang ini, yang menurutku paling berat dibanding tak bisa menekuk lutut dan siku, mengangkat ketiak, meluruskan kedua jari di tangan kiri, atau sekedar menggaruk kepala dengan tangan sendiri.

Ya, karena rahang dan juga mulut adalah satu-satunya jalur masuk makanan dan minuman ke dalam tubuh. Cukup sering juga aku mengalami di mana saat rahang sudah capek mengunyah, namun perut masih meminta untuk di isi. Serba salah kan jadinya? Wkwk. 
Meski awalnya memang berat, jika sudah terbiasa pasti juga akan terasa lebih ringan dan tak menganggapnya masalah yang berarti lagi. 

Pesanku cuma satu; jangan suka menyisakan makanan! Kalau masih mampu, usahakanlah untuk menghabiskannya. Kalaupun tidak, berikan pada seseorang, kucing atau hewan lainnya disekitarmu, yang mungkin juga sedang membutuhkan makanan.

Syukuri apapun keadaanmu saat ini. Bagi kalian yang bisa makan dengan mudah tanpa harus berpikir yang akan disantap itu bisa masuk mulut atau tidak, sadarilah bahwa itu adalah anugerah luar biasa yang mungkin sering diabaikan. 

Tapi bukan berarti aku menganggap kondisiku yang seperti ini bukan anugerah. Usiaku sudah cukup untuk membuatku paham bahwa kehidupan setiap manusia itu adalah anugerah dari Allah SWT. Bagaimanapun kondisinya, sulit atau tidak menjalaninya, senang atau tidak menikmatinya, semuanya tergantung dari pola pikir dan pribadi manusia itu sendiri. 

Mubazir juga tidak baik kan? Karena diluaran sana masih banyak orang-orang yang ingin makan seperti kita, tapi sulit bahkan tak mampu untuk membelinya hingga terpaksa harus menahan lapar. :’(

Jadilah peka terhadap sesuatu yang mungkin selama ini belum pernah kau syukuri. Hal-hal yang bisa kau rasakan ditubuhmu, yang mungkin kau anggap sepele seperti membuka rahang lebar-lebar, nikmatnya makan dan minum, mudahnya berjalan tegap, berlari kencang, melakukan banyak aktivitas dengan mudah, rebahan dengan posisi nyaman, hingga tidur dengan nyenyak.

Bahkan sekedar menghirup napas pun harus selalu kita syukuri. Bayangkan jika kita harus membeli tabung oksigen hanya agar bisa bernapas. Berapapun jumlahnya takkan cukup untuk memenuhi kebutuhan napas kita, karena sepanjang hidup kita sudah pasti membutuhkannya. :)


 

Suara Hatiku Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates