Thursday, January 31, 2019

Renungan Diri #selfreminder by Me


Pernahkah kau berpikir bagaimana rasanya menjadi seseorang yang berbeda?
Pernahkah kau membayangkan bagaimana rasanya menjadi seseorang yang bukan dirimu?
Atau lebih jelasnya,
Pernahkah kau menginginkan hidup seperti orang lain?

Pasti pernah, kan?
Terlebih disaat-saat tersulit dalam hidup, yang seolah ingin membuat diri ini segera lepas dari semuanya.
Namun, bagaimana jika pertanyaan itu dibalik?

Bagaimana jika ada orang lain diluar sana yang justru sangat ingin berada diposisimu saat ini?
Apakah kau rela memberikan kehidupanmu padanya?

Dan andai jika bertukar kehidupan itu dibuat menjadi sangat mudah dan kau benar-benar melakukannya,
Bagaimana jika kau tidak bisa kembali pada kehidupan yang telah kau tukar dengan orang lain?

 Ingat, setiap manusia di dunia punya jalan hidupnya masing-masing.
Kehidupan memang sudah ditentukan jauh sebelum manusia itu lahir ke dunia ini,
Bahkan beribu-ribu tahun sebelum manusia diciptakan.

Karena itu, jangan pernah sesali hidupmu.
Bagaimanapun kondisimu, seberat apapun masalahmu, sesulit apapun perjuanganmu,
Jangan biarkan dirimu lantas menyerah dan merasa bahwa seakan-akan dunia ini tak adil untukmu.
Berusaha bangkit, dan yakinlah bahwa dibalik kegelapan, cahaya itu akan selalu ada.

Kisah singkat di tahun 2018

Finally! Seneng banget bisa nulis di blog ini lagi. Setelah sekian bulan vakum, wara-wiri di blog sebelah, lalu kemudian vakum lagi beberapa saat dari blog itu, akhirnya aku bisa posting cerita lagi di sini. Meskipun temanya agak telat sih ya, karena harusnya cerita ini aku posting diawal tahun ini, tapi nggak apalah baru lewat sebulan artinya masih awal tahun kan yak? :D

Welcome 2019!!

Tak terasa, tahun 2018 telah berakhir. Tahun yang penuh kenangan, entah itu baik ataupun buruk, yang jelas aku merasa sangat bersyukur bisa melalui semua itu dan masih diberi anugerah menghirup nafas hingga detik ini. Alhamdulillah... :)

Kalau bicara soal suka duka apa yang kualami di sepanjang tahun 2018 lalu, mungkin aku hanya bisa cerita sedikit. Karena sebagian besar waktuku hanya di rumah, dan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini aku cukup minim kegiatan. 

Mengapa disebut kegiatanku jadi lebih sedikit? Itu karena pergerakanku yang semakin terbatas. Ada beberapa hal yang di tahun-tahun sebelumnya masih mampu dengan mudah kulakukan, secara perlahan namun pasti, mulai tidak bisa kulakukan lagi bahkan sejak awal tahun 2018 yang lalu.
Januari 2018, kekakuan yang selama beberapa tahun terakhir ini diam, menghilang seolah ber-hibernasi, kembali menyerang anggota tubuhku secara bertahap.

Diawali dengan lutut kananku, yang diserang pembengkakan dan rasa nyeri luar biasa. Rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, yang seringkali membuatku susah tidur. 

Beberapa bulan kemudian setelah bengkak dan rasa nyeri itu berangsur hilang, lutut kananku yang sebelumnya memang sudah kaku setengah (tidak bisa dilipat/tekuk), kini bahkan tak bisa lagi ditekuk setengah, bahkan nyaris lurus. Namun meski begitu, aku tetap bersyukur karena masih bisa menggerakkannya walaupun sedikit. 

Memasuki bulan keempat di tahun 2018, kekakuan itu kembali menyerang pergelangan kaki kiriku, yang otomatis membuatku tak mampu lagi untuk bangkit berdiri sendiri tanpa dibantu. Berbagai kegiatan yang biasanya mudah kulakukan pun, sudah tak mampu lagi kulakukan sendiri. 

Sedih? Itu pasti. Secara, hal-hal yang sebelumnya masih mampu kulakukan sendiri, sejak saat itu, secara resmi sudah tidak bisa kulakukan lagi tanpa bantuan orang lain. 
Berat? Jelas, bahkan sangat berat. Yang tadinya aku masih bisa mengambil sendiri sesuatu yang jauh dari jangkauanku dengan cara berdiri dan sedikit berjalan, kini benar-benar sudah tidak bisa lagi.

Bohong rasanya kalau aku merasa baik-baik saja. Sebaliknya, aku merasa semakin tak berdaya dengan kondisi ini. Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang, dan aku pun memahami sesuatu itu bernama “Kemampuan” yang kuakui kesedihan karenanya sangat sulit aku lupakan.

Tapi menurutku, memangnya harus semua rasa itu ditunjukkan dengan sikap yang egois dan emosional? Perlukah semua rasa itu diungkapkan secara lantang dan penuh emosi dengan cara mengamuk, marah, atau bahkan sampai menangis?

Justru sebaliknya. Aku tetap berusaha untuk optimis, husnudzon, dan hanya ingin menyebutnya sebagai anugerah. Sebuah anugerah, yang membuatku belajar untuk lebih kuat dan tegar menjalani hidup, sesulit apapun itu. Dengan begitu, semua perubahan yang kualami ini akan terasa seperti hal yang biasa saja.

Selama tahun 2018 kemarin, seperti yang kukatakan diawal tadi, kegiatan yang bisa kulakukan sendiri menjadi semakin sedikit. Tak terkecuali menulis not angka lagu, yang telah menjadi kegemaran sekaligus aktivitas rutinku sejak beberapa tahun sebelumnya.

Sebuah insiden beberapa waktu lalu membuat tanganku semakin kaku dan mulai sulit untuk menulis dibuku. Insiden yang cukup membuatku terkejut, namun bukan berarti setelahnya membuatku tidak bisa mencari not angka lagi.

Tapi kalau soal postingan di blog, untuk lagu-lagu terbaru mungkin sudah tidak bisa lagi kutuliskan, kecuali jika memang ada yang mau order langsung via chat di whatsapp.

Selain karena kondisi tanganku yang semakin sulit menulis, ada alasan lain yang membuatku mengurangi kegiatan mencari atau menulis not lagu. Alasan itu cukup kuat, namun tak bisa kuceritakan di sini. Mungkin saja kalian bisa menebaknya.

Yang jelas, diluar semua itu aku hanya ingin berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi meski ditengah kondisi yang terbatas ini, dalam segala hal yang lebih baik pula. :)


***

Kesulitan itu datang bukan untuk membuatmu menyerah. Namun justru keadaan itu ingin melihat apakah dirimu masih punya kekuatan untuk sekedar bangkit dan melawannya.  Karena, kekuatan itu berasal dari dalam dirimu yang sebenarnya. Kau bisa memilih untuk menyembunyikan, atau menghadirkannya dalam hidupmu. 

Tak akan pernah ada kekuatan jika kita hanya menunggu seseorang, atau sesuatu. Tak akan pernah ada keikhlasan jika kita hanya bergantung pada situasi, atau kondisi. Karena, sosok yang paling mendukung itu sebenarnya ada di dalam diri kita sendiri. Baik itu berasal dari naluri, hati, maupun pikiran kita sendiri. 

Untuk itu, Semangat! Jangan menyerah pada kondisi, dan jangan salahkan situasi maupun orang lain. Beberapa diantara mereka mungkin beruntung karena memiliki teman yang peduli, fasilitas yang serba ada, ataupun situasi yang mendukung. Namun tetap saja, mereka takkan mampu menikmati semua itu jika belum bisa melawan diri sendiri. 

Tidak ada manusia yang sempurna. Karena yang difabel pun memiliki hak yang sama dengan mereka yang nondifabel. ❤

*NB : Catatan ini sebenarnya juga saya buat sebagai pengingat untuk diri sendiri. Dan untuk kalian, semoga bermanfaat! :)
 

Suara Hatiku Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates