Thursday, November 14, 2013

Senyuman Fika yang Misterius

SENYUMAN FIKA YANG MISTERIUS

Pagi ini adalah jadwal Dinda dan anak-anak kelas enam lainnya untuk melakukan kegiatan olahraga di lapangan sekolah. Dinda dan teman-teman yang lain pun segera berlari keluar kelas menuju ke lapangan sekolah.
Tak seperti biasanya Fika, sahabat karib Dinda. Menolak ajakannya untuk pergi berolahraga bersamanya. Dinda merasa kesal karena sejak Fika datang ke sekolah pagi ini, Fika tak pernah sekalipun menyapanya.
Tetapi, Dinda berusaha untuk tidak marah dan langsung keluar dari kelas, menuju lapangan sekolah untuk berolahraga dengan teman-teman yang lain.
Rasa penasaran pun muncul dibenak Dinda setelah pelajaran olahraga dimulai. Karena Fika tak kunjung keluar dari kelas dan tidak mengikuti pelajaran olahraga.
Pak Guru pun mulai mengabsen murid-muridnya, setelah nama Dinda disebut, nama Fika pun menyusul. Tetapi Fika tak kunjung keluar dari kelas. Pak Guru menyuruh Dinda untuk memanggil Fika di kelas.
Sesampainya di depan pintu kelas, Dinda melihat Fika sedang duduk dibangkunya sendirian di dalam kelas sambil tersenyum, dan tertawa sendiri dan tidak mempedulikan Dinda yang tengah berdiri tepat di depan pintu kelas.
“Kenapa ya, Fika ketawa-ketiwi sendirian? Padahal, tak ada seorang pun yang ada di kelas ini. Semua teman-teman kan, di luar?” ucap Dinda yang masih berdiri di depan pintu kelas dengan perasaan sedikit takut.
Walaupun sedikit merinding, Dinda memberanikan diri untuk masuk ke dalam kelas dan memanggil sahabatnya itu untuk mengikuti kegiatan olahraga.
“Fika, kita keluar yuk, olahraga! Kamu juga sudah dipanggil sama Pak Guru.” ajak Dinda dengan suara lembut.
“Kamu duluan aja deh! Nanti aku nyusul. Soalnya ada yang mesti aku selesaikan dulu di sini.” balas Fika yang berlagak cuek.
“Ya sudah, kalo nggak mau ikut denganku. Tapi jangan salahkan aku ya, kalau nanti kamu dimarahin sama Pak Guru!” kesal Dinda dengan nada tinggi, lalu kemudian keluar dari kelas, dan kembali ke lapangan.
Tak berapa lama setelah kegiatan olahraga dimulai, Fika pun keluar dari kelas dan mulai mengikuti kegiatan olahraga dibarisan paling belakang.
Sambil mengikuti gerakan yang diajarkan oleh guru, sesekali Dinda yang berdiri dibarisan keempat dari belakang mengamati Fika dari depan.
Setelah selesai berolahraga, bel tanda istirahat pun berbunyi dan semua anak-anak di sekolah keluar dari kelasnya untuk beristirahat.
Selama waktu istirahat, Dinda merasa heran melihat Fika yang sering terlihat duduk menyendiri dan seolah-olah berbicara dengan seseorang.
“Fika ngobrol dengan siapa, ya?” ucap Dinda dalam hati sambil memperhatikan Fika dari kejauhan.
Pulang sekolah, dan tidak seperti biasanya juga, Dinda tidak pulang bersama Fika. Dinda pun memutuskan untuk pulang bersama Ferdy dan Malia, teman sekelasnya yang kebetulan rumahnya searah dengan rumah Dinda.
“Dinda, hari ini kok kamu nggak pulang bareng Fika?” tanya Ferdy.
“Iya, ya! Kan, biasanya kamu dan Fika selalu pulang sekolah bareng. Emangnya kamu lagi marahan ya, sama dia?” sambung Malia.
“Buat apa pulang bareng Fika. Nanti, aku malah tambah kesal karena dicuekin terus sama Fika. Soalnya dari tadi pagi aku ajakin ngomong tetep aja aku dicuekin. Tadi juga, waktu aku coba ajak pulang dia juga menolak. Aku jadi sebel sama dia.” jawab Dinda dengan kesal.
“Ooh … begitu. Tapi coba dulu dong, kamu bicara sama dia baik-baik. Dia kan sahabat kamu. Mungkin, dia lagi ada masalah, ataukah mungkin, sekarang dia lagi sedih.” Ferdy menyarankan.
“Iya deh, nanti aku coba tanya sama dia. Eh, udah sampai di rumahku nih! Kalian berdua mau mampir sebentar nggak?” tanya Dinda kepada Ferdy dan Malia.
“Terima kasih Dinda. Tapi nggak usah deh! Nanti, mamaku nyariin, lagi. Kalau aku terlambat pulang ke rumah.” jawab Ferdy, begitupun Malia.
“Ya sudah. Kalo gitu, aku masuk dulu, ya! Sampai ketemu lagi, besok. Daah …” ucap Dinda. kemudian berlari menuju depan pintu rumahnya dan melambaikan tangan.
Setelah masuk ke dalam rumah, Dinda pun langsung masuk ke kamarnya. Dan betapa terkejutnya Dinda ketika melihat Fika sedang asyik bermain video game di atas tempat tidurnya.
Melihat Fika yang lancang masuk ke kamarnya tanpa izin, Dinda pun semakin kesal dengan sikap Fika yang aneh seharian ini.
Dinda pun berpikir sejenak. “Kalau memang tadi Fika mau ke rumahku, kenapa tadi dia menolak ajakanku untuk pulang bareng?” ucap Dinda dalam hati sambil melihat Fika yang sedang asyik bermain game tanpa menyadari bahwa Dinda tengah berdiri di belakangnya.
“Fika … kenapa kamu masuk ke kamarku tanpa seizinku?!” teriak Dinda dengan kesal. Seketika itu juga Fika terkejut dan langsung turun dari tempat tidur, dan berdiri tepat dihadapan Dinda. “Hari ini kamu aneh banget, deh!”
Fika pun menundukkan kepala, dan mulai menjelaskan dengan suara lembut
“Sebelumnya, aku minta maaf ya Dinda. Tadi, pulang sekolah aku dijemput sama mamaku. Dan waktu aku baru mau mengajakmu pulang sama-sama, katanya kamu udah pulang bareng Ferdy dan Malia. Dan kebetulan juga, mamaku mau ke rumah kamu untuk bertemu dengan mama kamu. Tapi, setelah sampai di sini, kata Bibi, mama kamu belum pulang dari kantor. Aku pun meminta izin kepada mamaku untuk bermain sebentar di rumahmu dan mamaku mengizinkanku.”
Dinda mengangguk dan melongo. “Terus?”
”Tapi karena kamu belum pulang, aku meminta izin kepada Bibi untuk menunggu kamu di kamar. Karena Bibi sudah mengizinkanku, akhirnya aku menunggu kamu di kamar ini. Sekali lagi aku minta maaf ya, kalo aku lancang.” jelas Fika dengan suara pelan dan lembut.
“Kalo memang bibi sudah mengizinkanmu untuk menunggu di kamarku, kenapa kamu tidak menungguku pulang dulu kalau kamu mau bermain game? Game itu kan milikku. Artinya kamu lancang!” tanya Dinda kembali dengan tegas.
“Karena tadi aku terlalu lama menunggu kamu, dari pada aku duduk berdiam diri disini tanpa berbuat apa-apa, aku bermain video game saja sambil menunggu kamu datang. Mungkin karena keasyikkan main game, aku jadi tidak menyadari bahwa kamu sudah datang. Maafkan aku ya Dinda, kalau aku lancang, dan membuat kamu marah.” ucap Fika dengan sedikit memelas.
Setelah sejenak terdiam dan berpikir, akhirnya Dinda pun tersenyum. “Nggak apa-apa kok, justru aku yang minta maaf sama kamu, karena tadi aku sempat marah-marah sama kamu.” sesal Dinda.
Mereka berdua pun saling meminta maaf.
“Tapi Fika, kenapa di sekolah tadi aku lihat kamu sering melamun? Dan kenapa kalo aku bertanya, kamu selalu nyuekin aku? Kamu juga sering senyam-senyum sendiri. Kenapa, Fik?” tanya Dinda yang masih penasaran.
“Oh … soal itu? Sebelumnya aku minta maaf ya, sama kamu. Kalau tadi pagi aku sering nyuekin kamu. Soalnya aku sedih karena kemarin sahabat didekat rumahku yang namanya Raima itu pindah keluar kota karena ikut orang tuanya.” jelas Fika dengan wajah sedih.
“Raima itu, siapa Fik?” tanya Dinda dengan heran.
“Oh iya, aku belum sempat cerita soal Raima ke kamu. Raima adalah teman baikku sejak kecil. Karena rumah kita bersebelahan, dari kecil hampir setiap hari aku dan Raima selalu bermain bersama. Mungkin karena aku kangen sama dia, aku jadi suka ngobrol dan ketawa sendiri seolah-olah aku bercanda dengan Raima. Sekali lagi, aku minta maaf ya Din.” jelas Fika dengan mimik wajah memelas.
“Ng … iya Fika. Aku juga minta maaf ya. Karena tadi aku udah bentak-bentak kamu. Lagian, kamu kenapa tidak bilang sama aku. Aku sampai merinding lho, waktu di kelas aku melihat kamu cengengesan sendirian.”
“Wah. Beneran kamu Din? Maaf ya. salah aku juga sih. Kenapa juga, aku nggak cerita soal ini sejak tadi pagi, ya? pasti kesalah pahaman ini nggak bakalan terjadi.” sesal Fika.
“Nggak apa-apa, kok Fik. Aku udah lupain semuanya, kok. Yang penting, sekarang kan, kita udah sahabatan lagi. Semuanya juga udah jelas, kan Fik? Udah, jangan sedih.” hibur Dinda, sambil merangkul sahabatnya tersebut..
Karena merasa bersalah karena tadi telah salah sangka terhadap Fika, akhirnya Dinda pun mengajak Fika bermain video game.
“Oooww...begitu. Kalau begitu, kita lanjutin main video game-nya yuk.” ajak Dinda, setelah menyimpan tasnya diatas meja belajar.
“A..yuk.” tanggap Fika girang.
“Kamu udah sampai level berapa, Fik?” tanya Dinda sambil membuka baju seragamnya.
“Aku baru sampai ke level tiga, kok.” jawab Fika sambil asyik bermain game battle.
“Wah, hebat dong.” sahut Dinda dengan perasaan bahagia dan lega.
Dan akhirnya, Dinda dan Fika pun bersahabat kembali seperti semula.


By : Winda Aulia Saad

0 comments:

Post a Comment

 

Suara Hatiku Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates