Wednesday, July 3, 2013

Aku dan Sepatuku

Aku dan Sepatu hitam karet bertali merah

Saat itu, sekitar tahun 2004. Aku masih duduk di kelas 3 SD. Usiaku kira-kira baru menginjak angka 9 tahun. Aku bersekolah di SDN Sudirman III. Salah satu SD Negeri favorit yang jaraknya cukup jauh dari rumahku. Jika berangkat dengan menaiki angkot, waktu yang diperlukan adalah 30 menit untuk sampai di sekolah tersebut.

Aku sangat senang dan bersyukur karena walaupun kondisi fisikku tidak senormal anak-anak seusiaku yang lain, aku tetap bisa diterima di sekolah formal yang umumnya berisi anak-anak normal yang tidak memiliki kelainan fisik seperti diriku. Ya, sejak kecil, aku memang sudah memiliki kelainan pada persendian di lutut kedua kakiku, dan juga leherku. Tapi aku sangat bersyukur karena sejak usia Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Dasar, aku tetap bisa bersekolah di Sekolah umum, dan mempunyai banyak teman dan sahabat-sahabat yang menyayangiku, tidak pernah merasa risih dan mempermasalahkan keadaanku, dan selalu menerimaku apa adanya.

Kisah aku dan sepatuku ini berawal dari sepasang sepatu kesayanganku yang dibelikan Mama sejak aku kelas 3 SD dulu. Aku sangat menyukai sepatu itu, sampai-sampai pada saat pelajaran olahraga yang membuatku sangat aktif pun, aku memakainya karena terasa sangat nyaman dikakiku.

Sepatu itu memang bukanlah merk terkenal. Harganya pun tidak sampai beratus-ratus ribuan. Beralaskan karet mentah, berwarna hitam, dengan tali berwarna merah zig-zag yang modelnya sangat sederhana. Karena kondisi fisikku yang sejak kecil memiliki gerakan yang cukup terbatas, Mamaku pun selalu memilihkan aku sepatu yang beralaskan bahan karet mentah yang tidak licin sehingga tidak membuatku mudah jatuh karena kehilangan keseimbangan, ataupun terpeleset di sekolah. Salah satunya adalah sepatu hitam karet bertali merah yang kupakai saat duduk di kelas 3 dan 4 SD itu.

Suatu ketika, disaat Omku bersama Mama datang menjemputku dengan mengendarai motor, aku diharuskan untuk duduk di depan karena postur badanku yang gemuk tidak bisa duduk ditengah. Yang menariknya adalah, kaki kananku yang sejak kecil memang sudah tidak bisa dilipat tekuk, akhirnya terpaksa harus menginjak mesin motor yang luar biasa panasnya. Hari itu mungkin ada sekitar dua tempat yang disinggahi Omku hingga kami bertiga sampai di rumah.

Dan setibanya di rumah, aku pun terkejut melihat alas sebelah kanan sepatu kesayanganku yang meleleh karena panas dari mesin motor yang kupijak selama kurang lebih satu jam diperjalanan itu. Untung saja, melelehnya tidak sampai menembus kakiku, sehingga sepatu hitam karet bertali merah itu masih bisa kupakai ke sekolah di hari-hari berikutnya. Dan walaupun sedikit aneh rasanya jika berjalan dengan sepatuku, tapi aku berusaha untuk tidak mempedulikan kondisi itu. Bahkan, aku masih bisa berlari-larian dengan sepatu kesayanganku itu.

Saat itu, lariku memang tidaklah cepat seperti teman-temanku yang lain. Hal itu terjadi karena persendian di kedua lututku yang tidak lentur seperti anak-anak lainnya. Tapi aku senang karena masih bisa bermain dan berlarian bersama dengan teman dan sahabat-sahabatku, dan juga karena sepatu kesayanganku yang beralaskan karet dan tidak licin. Alas sebelah kanannya yang terlihat sudah meleleh karena mesin motor yang kupijak setiap kali aku naik motor, ternyata tidak pernah sekalipun membuatku merasa risih jika memakainya ke sekolah.

Sepatu itu memang bukan satu-satunya sepatu yang kumiliki saat kelas 4 SD. Namun yang lebih sering kupakai ke sekolah hanyalah sepatu hitam karet bertali merah itu. Aku memakainya hingga naik ke kelas 5 SD. Dan disaat sepatu itu sudah terasa sempit di kakiku, walau dengan berat hati, akhirnya sepatu kesayanganku itu pun disimpan, dan diganti dengan sepatu lainnya, ataupun dengan sepatu baru yang pastinya dengan alas yang berbahan karet.

Aku juga teringat disaat aku masih duduk di kelas 5 SD. Setahun setelah aku memiliki sepatu hitam karet bertali merah itu. Saat itu memang untuk pertama kalinya aku memakai sepatu yang tidak biasa kupakai ke sekolah. Alasnya tidak berbahan karet mentah, dan menggunakan tali yang harus diikat simpul. Tak biasa aku memakai sepatu itu. Namun karena keadaan yang memaksa, aku pun memakainya walau hanya beberapa hari.

Waktu itu aku bermain lari-larian bersama dengan teman-temanku di sekitar lapangan sekolah. Itu memang pertama kalinya aku menggunakan sepatu itu untuk berlari. Dan akhirnya, setelah beberapa menit berlarian kesana kemari, aku pun terjatuh disebabkan karena tali sepatu yang kuinjak. Aku mendapatkan luka di banyak tempat di tubuhku. Mulai dari lutut, kening, hingga dibawah hidungku pun berdarah karena luka tersebut.

Mulai dari saat itulah, Mama selalu memilihkan aku sepatu yang tidak bertali, dengan alas yang tidak licin. Mama tidak pernah mau membiarkanku memakai sepatu bertali, agar aku tetap bisa merasa nyaman menikmati hari-hariku di sekolah bersama dengan teman-temanku. Bisa berlari dengan bebasnya tanpa takut jatuh terpeleset. Aku pun bisa mengerti dengan kekhawatiran Mama yang selalu berusaha melakukan yang terbaik agar aku tetap bisa bermain dengan senang, dan tidak mudah jatuh lagi seperti kejadian waktu itu. 

Thank you Mom! I Love You :*
***


0 comments:

Post a Comment

 

Suara Hatiku Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates