Thursday, April 2, 2015

Masa-Masa Sekolahku


Aku memulai sekolahku di sebuah Taman Kanak-kanak umum bernama TK BLKI (Balai Latihan Kerja Industri) Makassar, beberapa bulan setelah pindah dari kota Dili. Usiaku saat itu kira-kira masih 4 tahun. Karena aku dan teman-teman masih kecil, jelas tak pernah ada masalah saat aku di sekolah. Aku bersekolah disana selama 2 tahun, karena faktor belum cukup umur.

Di sekolahku selanjutnya, SDN Kompleks Sudirman I, II, III, IV, dan kelas unggulan, aku memulai suasana belajar yang baru. Mungkin, hanya aku satu-satunya murid yang difabel di sekolah itu. Ya, sekolah itu memang merupakan sekolah umum dan bahkan salah satu favorit di kota Makassar. Letaknya yang berada di jalan Jend. Sudirman dan tepat diseberang jalan lapangan Karebosi Makassar, dan tak jauh dari kawasan Mall MTC, menjadikan kawasan ini selalu ramai.  

Sejak kelas 1 hingga lulus, aku masuk dan belajar di kelas Sudirman III. Pada awalnya, guru-guruku sempat ragu untuk menerimaku bersekolah disana. Mungkin mereka takut dengan fisikku yang berbeda akan menjadi bahan ejekan bagi siswa lainnya. Namun keadaan fisik yang tidak normal bukan berarti otak juga tidak normal, kan? :)

Selama 6 tahun aku bersekolah disana, dengan keadaan fisik yang sedikit berbeda, tak bisa dipungkiri jika aku aman-aman saja. Pastinya dalam sehari ada anak dari kelas lain, ataukah kelas Sudirman lain yang mengejekku dengan ucapan meremehkan. Ada yang bilang kepala miring, si pincang, atau apalah itu. Bahkan, ada beberapa diantara mereka yang sampai mengikuti posisi leherku yang miring. Lucu sih ya.. tapi cakiiitt!! Hahah.. *lebay’ah :D

Pertanyaanku saat itu, “Ada apa dengan mereka?” lalu, “Sudah diberi leher yang lurus sama Allah kenapa harus sibuk-sibuk mengejek keadaan orang lain?” dan, “Apakah mereka tidak bersyukur dengan apa yang mereka miliki?”

Sebagai anak kecil yang belum mengerti, mungkin itu wajar. Aku pahami itu. Mama yang sering melihatnya juga tak ingin membuat keadaan itu menjadi masalah yang berarti. Itu karena Mama ingin aku tidak jadi orang yang pendendam. Jika aku membalas ejekan mereka, apa bedanya aku dengan mereka? Aku berusaha untuk cuek saja dengan sikap anak-anak itu. Mungkin mereka memang belum mengerti arti sebuah perbedaan fisik.

 
Menjadi anak yang difabel tak pernah menjadi masalah bagiku. Di sekolah, aku bisa bermain bebas dengan teman dan sahabat-sahabatku yang lain. Mereka tak pernah sekalipun mempermasalahkan perbedaanku. Mungkin hal ini berbeda dengan temanku yang laki-laki. Entah sungguh-sungguh atau hanya sekedar bercanda, mereka mengejekku dengan kata-kata yang tidak enak. Tapi aku tenang saja. Jika siswa dari kelas lain sudah biasa mengejekku, apalagi yang sekelas denganku? Bagiku, itu sudah biasa. Setahuku, karena sudah mengenalku sejak kecil, teman-teman sekelasku itu sudah paham dan terbiasa dengan kondisiku yang berbeda. Yang berbeda kan hanya fisik, bukan otak dan pemikiran.

Aku jadi teringat suatu kejadian, disaat salah satu temanku yang laki-laki terlalu asyik mengejek keadaanku. Sepertinya kesabaranku tak pernah berlaku pada anak ini. Ia seolah tak mau berhenti, dan akhirnya membuatku geram. Aku bangkit, dan berlari mengejarnya. Namanya Fadil. Diantara teman sekelasku, memang dia yang paling sering mengejekku. Kami pun sering berkelahi sampai baku pukul. Kenapa dia memukulku? Ya karena aku terlalu kesal, aku pun membalas ejekannya dengan mengatai dia “To’be”. xD

Belum tahu artinya? Itu karena bibir bawahnya yang tebal. Kalau bahasa yang biasa kita dengar sih, namanya “Dowerr”. Hihihi …

Selain Fadil, ada juga beberapa anak laki-laki yang kata-katanya seakan tak pernah absen membuatku sebal. Entah itu hanya bercanda atau tidak, aku selalu berusaha untuk cuek. Kecuali yang namanya Fadil itu.

Permainan favorit bersama sahabat-sahabatku saat itu adalah “BOM” (didaerah lain biasa disebut “Benteng”). Semacam permainan kejar-kejaran yang terdiri dari umpan, pengejar, dan penjaga BOM. Nah, karena aku tak bisa berlari cepat, aku jadi sering menjadi penjaga BOM. Tapi, menjadi penjaga itu sulit juga loh! Karena harus melindungi pohon/benda yang dijadikan BOM, serta mangsa yang tertangkap dari lawan pemain. Terkecoh sedikit saja, satu tim langsung kalah.

Tapi ada satu permainan yang tak berani aku mainkan bersama teman dan sahabat2ku. Dende Unyil. Sejenis permainan kejar-kejaran dengan pengejarnya yang hanya menggunakan satu kaki alias Dende. Karena seringkali melihat temanku jatuh dan berdarah akibat permainan itu, aku jadi takut dan tak pernah ingin ikut bermain.

Oh ya, ada satu ceritaku tentang permainan Dende Unyil ini. Yang membuatku trauma dan kapok ikut bermain ini di sekolah. Yup, apalagi kalau bukan jatuh! xD

Waktu itu, aku ingat banget pas lagi nunggu teman-teman shalat dhuhur sepulang sekolah, sebelum mulai pelajaran tambahan (les). Iseng-iseng aku coba main bareng teman2. Baru main beberapa menit, aku lari-larian karena dikejar, tepat didepan kantor guru aku langsung jatuh tersungkur nyaris mencium aspal. Tahu lah, sejak kecil aku tidak memiliki keseimbangan yang cukup untuk menahan tubuhku. Jika mau jatuh, ya udah jatuh aja. Lututku berdarah, wajahku biru-biru. Uhh, perih banget rasanya waktu diobati guruku dengan alkohol. Nah, sejak saat itulah, aku nggak mau lagi main Dende Unyil di sekolah.

Begitu banyak kenangan dimasa kecil yang tak mudah terlupakan olehku. Terlebih karena saat-saat itu adalah masa dimana aku tumbuh dengan ceria, tanpa menyadari suatu perbedaan yang ada pada diri ini. Seolah tak pernah ada rasa minder, dan selalu enjoy.

Seiring berjalannya waktu, aku pun menyadari yang selama ini tak pernah kusadari. Dipostingan sebelumnya aku pernah bilang, bahwa lebih menyenangkan jika tidak menyadari diri ini berbeda, daripada menyadari bahwa sebenarnya diri ini berbeda dengan manusia normal lainnya.

Tapi satu hal yang pasti, tak ada yang sempurna di dunia ini. Di mata Allah semuanya sama. Aku, kamu, dia, dan mereka pastinya mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Jadi, jangan pernah putus asa dan menyesal atas apapun yang terjadi dalam hidupmu. Pilihlah yang terbaik, dan lakukan yang terbaik. Dan yakin, bahwa kau telah memilih yang terbaik. Semangat!! ^_^


“Aku adalah aku. Selamanya tetap akan menjadi aku. Begitupun kamu.
Karena, menjadi diri sendiri itu lebih baik, daripada harus menjadi bayangan orang lain. Kita juga memiliki hidup kita sendiri. Bukan orang lain. Maka, beranilah menjadi diri sendiri. Karena itu lebih baik.”

0 comments:

Post a Comment

 

Suara Hatiku Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates