Mungkin terasa aneh jika disebut demikian, karena pada dasarnya setiap orang tentunya ingin selalu tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Hal-hal yang membuatnya merasa sakit, terlihat berbeda dari yang lainnya, atau sekedar tahu alasan mengapa bisa begitu.
Sejak kecil, bahkan saat usia Sekolah Dasar pun aku masih belum bisa sepenuhnya menyadari apa itu perbedaan. Sekalipun cukup sering merasa tidak mudah berbaur dengan anak-anak lainnya, terlebih bagi mereka yang langsung memandangi dengan tatapan aneh karena melihat kondisi fisik dan pergerakanku yang agak berbeda. Rasanya hal itu tak pernah menjadi alasanku untuk bertanya-tanya mengapa harus begitu.
Tentu saja tidak akan menjadi semudah itu jika tidak terbiasa. Dalam pikiranku saat itu pun terkadang ada perasaan yang bisa saja membuatku berkecil hati, namun selalu berusaha kutepis dengan rasa percaya diri yang mungkin memang sudah tumbuh sejak aku kecil. Hanya bisa menganggap setiap pandangan aneh itu sebagai sesuatu yang tidak penting untuk digubris, agar aku dapat lebih mudah menghadapi hal yang sama dikemudian hari.
Memasuki usia remaja adalah saat di mana aku mulai mengalami dan menyadari cukup banyak perbedaan itu. Dengan kondisi yang semakin terbatas, ditambah ruang gerak yang semakin kecil dan sempit, secara tidak langsung ternyata mampu membuat rasa percaya diri itu perlahan mulai mengecil dan semakin kecil.
Mengapa bisa jadi seperti itu? Ada banyak hal yang bisa merubah sifat seseorang, termasuk salah satunya adalah tentang situasi dan kondisi. Aku yang dulunya masih bisa melakukan banyak hal dengan mudah, bisa pergi ke tempat mana saja yang kuinginkan, yang masih bisa cuek pada hal-hal yang memang tidak perlu diladeni, bisa berbalik seiring berlalunya waktu.
Tapi itu bukan berarti saat ini aku benar-benar berada dalam kondisi terpuruk. Hanya saja, cukup banyak peristiwa yang terjadi selama ini membuatku menyadari bahwa tidak semua yang diinginkan bisa dicapai dengan mudah. Terkadang harus ada perjuangan, pengorbanan, air mata, bahkan rasa ikhlas jika memang yang diusahakan tidak seperti apa yang telah diharapkan sebelumnya.
Seperti halnya ketika aku harus menjalani berbagai macam pengobatan sejak masih kecil dulu. Dimulai pada saat usiaku baru menginjak 4 bulan ketika bagian perutku tiba-tiba mengeras namun tidak terasa sakit, hingga berujung pada tindakan operasi disaat usiaku masih 1 tahun 5 bulan.
Saat itu aku sempat divonis mengidap tumor air dibagian perut yang tidak boleh terlambat ditangani. Namun setelah operasi, belakangan diketahui ternyata sang dokter salah diagnosa. Tidak ada yang diangkat karena yang mengeras itu merupakan lapisan ketiga dari usus. Akibat dari operasi itu pun membuat kulit perutku mengencang dan tidak lentur seperti yang lainnya. Mau tidak mau karena memang sudah terlanjur, aku tetap harus menerimanya dan melanjutkan hidup kembali seperti anak-anak lainnya yang ceria walau dengan keterbatasan gerak.
Entah karena pengaruh dari operasi atau bukan, proses pertumbuhanku ternyata cukup berbeda dari anak-anak lainnya. Walau dengan kondisi leher yang sedikit miring ke kiri dan kaki yang sedikit diseret ketika berjalan, di masa-masa kecil itu aku tetap senang dan bersyukur karena masih bisa bermain ceria dan bersekolah layaknya mereka yang tumbuh dengan normal.
Selanjutnya, ketika usiaku menginjak 12 tahun. Sebuah kejanggalan aneh yang tiba-tiba muncul dan menyerang pangkal paha kiriku, lalu kemudian siku dan bahu tangan kananku. Membuatku yang saat itu masih kelas 6 SD cukup kesulitan untuk berjalan dan menulis. Beberapa dokter spesialis hingga alternatif telah diusahakan, berbagai jenis pengobatan kimia maupun herbal pun sudah diupayakan, namun tetap saja tak kunjung ada perubahan yang signifikan.
Singkat cerita, kejanggalan aneh itu secara perlahan mulai muncul pada bagian persendianku yang lainnya. Mulai dari ujung jari kaki, pergelangan, lutut, pangkal paha, ujung jari tangan, pergelangan, siku, bahu, leher, bahkan rahangku pun nyaris semuanya diserang kekakuan. Gejalanya pun sering diawali dengan pembengkakan, kulit memerah, dan rasa panas disertai nyeri tak tertahankan. Setelah semua rasa itu hilang, akan berganti dengan kekakuan yang semakin mengunci pergerakanku.
Soal diagnosis, oleh beberapa dokter ahli pada awalnya aku pernah divonis pengapuran otot, bahkan kanker otot. Adapun istilah Ankylosing Spondylitis yang termasuk dalam golongan penyakit autoimun, tapi belum ada penanganan yang serius untuk mengatasinya.
Sampai pada tahun 2018 lalu aku menemukan istilah Fibrodysplasia Ossificans Progressiva atau FOP, sebuah penyakit langka yang gejala awal dan efeknya nyaris sama persis dengan yang telah kualami selama ini. Bahkan ciri spesifik pada jempol kaki yang cacat sejak lahir pun aku memilikinya, namun saat lahir dulu dokter mengatakan kalau kondisi ini hanya pengaruh dari proses kelahiranku yang di vacuum. Baca kisahku tentang FOP selengkapnya DI SINI,
Lepas dari semua masalah diagnosis yang membingungkan itu, dengan kondisi saat ini yang mungkin bisa dibilang sudah terlambat untuk ditangani. Aku bertekad untuk lebih menerima dan tak ingin menyalahkan apapun, atau siapapun juga. Aku pun berusaha untuk percaya bahwa apa yang terjadi padaku adalah sebuah suratan takdir yang memang sudah semestinya kulalui dengan ikhlas.
Mungkin memang kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, karena pada dasarnya setiap orang juga pasti ingin selalu menjalani hidupnya dengan mudah, tanpa harus mengalami berbagai kesulitan juga rasa sakit. Aku pun menyadari bahwa perjalanan hidup dan takdir setiap orang berbeda-beda.
Kekuatan, kasih sayang, cinta dan semangat dari orang-orang terdekatlah yang bisa membuatku dapat tumbuh sebagai anak yang ceria dan bahagia menikmati masa-masa kecil penuh warna. Hingga kemudian melalui berbagai rintangan yang muncul saat menginjak usia remaja, dewasa, dan mampu bertahan bahkan hingga detik ini.
Mau baca juga kisah lainnya tentang hidupku? Klik postingannya DI SINI yaa! ^^
0 comments:
Post a Comment